...,TERIMA KASIH ANDA TELAH MAMPIR KE BLOG INI,...

Jumat, 08 Mei 2009

HARI RAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN.............



Bercerita mengenai adat budaya dan kepercayaan suatu daerah memang tidak akan pernah habis, masing-masing mempunyai adat dan budaya yang beragam dan sangat unik, adat dan budaya yang berkembang dalam suatu daerah sangat kuat sekali dipengaruhi oleh keyakinan atau kepercayaan yang diwarisi leluhurnya secara turun temurun, dan kebanyakan diantara kepercayaan yang mereka peroleh dari leluhurnya tersebut berupa dongeng, cerita tentang kisah-kisah yang dibubuhi dengan ajaran agama yang mereka anut, dalam cerita tersebut juga disampaikan pesan-pesan mengenai tatanan dan aturan dalam menjalankan hidup beragama.
Ada juga diantara cerita atau dongeng yang disampaikan, memuat para tokoh-tokoh yang mereka kagumi saat itu, dan para tokoh tersebut disimbulkan sebagai tokoh yang mewakili sifat-sifat karakter baik dan buruk, dengan tujuan agar para umat yang ada dalam kepercayaan ini dapat lebih mudah memahami ajaran yang disampaikan. Untuk mempekuat kepercayaan yang tumbuh dalam diri masing-masing umat, dikukuhkanlah peristiwa dalam cerita tersebut menjadi suatu peristiwa yang wajib untuk dikenang atau diingat, menjadi sebuah peringatan upacara ke agamaan yang sangat sakral.
Dan terbukti ternyata metode ini mampu diserap dan terus bertahan secara terus menerus hingga saat ini.
"HARI RAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN", hari raya ini merupakan salah satu hari raya terbesar yang dirayakan umat Hindu khususnya di Bali. Bagi masyarakat umum di luar Bali tentunya mungkin banyak yang masih belum mengetahui tentang hari raya ini. Sekedar menambah pengetahuan dan memperkaya kasanah budaya nusantara yang kita miliki, rasanya perlu saya berbagi ceritak tentang apa dan bagaimana hari raya ini bisa terjadi. Banyak yang meyakini bahwa cerita tentang hari raya ini hanyalah sebuah mitos, namun ada juga yang menyampaikan bahwa hari raya ini adalah sebuah peristiwa sejarah yang dapat dibuktikan melalui peninggalan-peninggalan sejarah berupa prasasti.
Menarik memang, upacara ini tergolong cukup unik, dan menyimpan banyak sekali misteri tidak sedikit dari tatanan adat budaya dan kepercayaan Hindu yang berkembang di Bali, tata laksana upacara dan upakaranya berasal dari peristiwa Galungan dan Kuningan ini, seperti ada istilah "Caru" yang merupakan dasar dari setiap upacara yang dilaksanakan di Bali. Secara garis besar upacara Galungan dan Kuningan adalah sebuah peringatan mengenai hari yang sangat bersejarah dimana kekuasaan kegelapan yang merupakan simbul dari keburukan mampu dihancurkan, dan dilenyapkan oleh kekuatan baik.
Lebih lengkap dari peristiwa ini akan saya lanjutkan pada lain kesempatan, dalam kisah "Sri Maya Denawa" saya petik dari sebuah buku yang ditulis oleh "Rsi Bintang Dhanu Manik Mas, I.N. Djoni Gingsir, dalam bukunya yang berjudul "Sejarah Mitologi Hari Raya Galungan Dan Kuningan".

Minggu, 26 April 2009

BUDAYAKAN MEDITASI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI.


Kalau kita perhatikan disekeliling kita, baik itu dalam lingkungan keluarga atau dalam satu komunitas sekitar kita, seperti misalnya kehidupan budaya di Bali ini hanya satu contoh, kita akan melihat bagaimana siklus kehidupan bekerja, berbagai rutinitas berjalan setiap hari tanpa henti, dari jaman nenek moyang kita hingga kini.
Mulai dari kesibukan yang bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani keduanya berjalan saling berkesinambungan, di Bali budaya ini sudah bukan lagi merupakan sesuatu yang aneh, mereka melakukan ini atas dua hal, jasmani yaitu memenuhi kebutuhan-kebutuhan untuk kecukupan kehidupannya dan rohani yaitu menjalankan apa yang sudah digariskan oleh warisan leluhurnya dan menjadikannya sebagai dasar-dasar kepercayaan.
Kedua aktifitas ini seolah-olah tidak pernah berbenturan berjalan sesuai dengan waktunya, kapan mereka memenuhi kebutuhan jasmaninya dan kapan mereka memenuhi kebutuhan rohaninya.
Belum lagi rumitnya kehidupan budaya adat istiadat di Bali, aktifitas rohani yang demikian padat dan juga tergolong sangat rumit, kemudian banyaknya persiapan yang mereka lakukan menjelang upacara adat dimulai, ini merupakan hal yang luar biasa..... sulit untuk dibayangkan.
Lalu bagai mana rutinitas ini bisa berjalan terus menerus seperti tidak ada keluh kesah dan juga rasa bosan, mereka terlihat sangat menikmatinya....dan hebatnya ini bisa berlangsung hingga keturunan-keturunannya saat ini.
Ini sangat menarik perhatian saya, dan sumber inspirasi bagi saya untuk belajar lebih banyak tentang hidup dan kehidupan, berangkat dari "kesederhanaan" ( maksudnya disini yaitu Bali Original, yang masih memiliki kemurnian fikiran) belum tercemar oleh keinginan-keinginan, dan nafsu akan materi, jadi apa yang mereka kerjakan hanya sebatas memenuhi kebutuhan pokoknya saja. Mereka hanya fokus kepada apa yang sudah menjadi tugas dan tanggung jawab yang menjadi kewajibannya tanpa ada keinginan lain, dengan kesederhanaan ini mereka mampu bertahan dalam rutinitas yang ada di linkungannya, dari prilaku ini saya mendapatkan sesuatu yang berguna bagi saya juga mungkin untuk yang lainnya. Ini bisa dijadikan cermin. Kesederhanaan adalah modal dasar, dengan kesederhanaan pikiran kita akan menjadi lebih fokus, kita akan mudah konsentrasi kepada suatu pokok permasalahan, kesederhanaan akan mengurangi beban yang ditanggung oleh pikiran kita, dengan berkurangnya beban yang di tanggung oleh pikiran kita praktis keadaan stres atau tegang tidak akan terjadi, kesederhanaan akan membawa kita pada suatu keadaan yang tenang, dalam keadaan tenang.... apapun bisa kita lakukan, tanpa kita sadari sesungguhnya kita tengah bermeditasi, hal ini sangat berpengaruh sekali terhadap jasmani yang kita miliki, hidup akan terus berjalan sesuai dengan siklusnya. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, dapat kah kita menjalankan kesederhanaan ini?, ini adalah tugas dari masing-masing indifidu untuk memilihnya.
Ketenangan hanya bisa kita peroleh melalui meditasi, namun meditasi hanya bisa kita lakukan apabila jiwa dan pikiran kita dalam keadaan tenang, damai dan semuannya itu hanya bisa terwujud dalam kesederhanaan.

Sabtu, 25 April 2009

Susunan Upacara Pernikahan Adat Budaya Bali



Kalau ada teman-teman kebetulan berwisata ke Bali, dan pada saat itu kebetulan juga teman-teman menemukan sebuah upacara adat di bali, khususnya upacara adat pernikahan ini, itu merupakan suatu keberuntungan mengapa demikian?, itu disebabkan karena upacara ini memang tidak rutin diadakan setiap waktu di Bali, upacara ini hanya berlangsung pada hari-hari tertentu saja, oleh kalangan keluarga tertentu, dan biasanya juga tidak terlalu terbuka untuk umum, hanya kalangan keluarga dan kerabat dekat saja, kecuali kalau kita mendapatkan ijin terlebih dahulu,...
Namun untuk menambah pengetahuan saja, saya akan coba menceritakan sedikit bagai mana susunan upacara tersebut, berdasarkan tatanan adat yang ada dan pokok-pokok dari inti upacara ini, inti upacara ini sebenarnya sama disetiap daerah di bali, namun yang membedakannya adalah tambahan-tambahan (fariasi) yang disesuaikan di masing-masing daerah tersebut.

Dari sebuah buku yang saya dapat, yaitu yang berjudul " Upacara Manusia Yadnya" yang ditulis oleh "Rsi Bintang Dhanu Manik Mas, I.N. Djoni Gingsir, disana dijelaskan dengan sangat sederhana, dan kunci-kunci pokok dasar tatanan upacaranya pun amat ringkas, sehingga menjadi sangat mudah untuk dipahami, dan rasanya juga mudah untuk dilaksanakan, kalau kita mengingat falsafah "Desa Kala Patra" yang artinya disesuaikan dengan keadaan dimana upacara ini dilakukan, mungkin ini jawabannya.


Nah berikut saya sampaikan susunan dari acara pernikahan tersebut :

  1. Pertama mebiyakala, makna dari upacara ini adalah pensucian diri dari pengaruh-pengaruh buruk, perasaan dan pikiran-pikiran kotor, dengan menjalankan upacara ini diharapkan pikiran dan perasaan kedua mempelai menjadi jernih kembali, bersih suci nirmala. Dalam tata cara pelaksanaan upacara ini dilengkapi dengan bebantenan ( sesaji), sebagai bentuk etika dalam ajaran Hindu, nah isi dari bebantenan (sesaji) sebagai berikut: Pras, Daksine, Ajuman, Suci dengan Telur Itik, Tipat Satu Kelan, Sesayut, pengambyan, dan lain-lain, yang keseluruhannya dijelaskan dalam buku tersebut diatas,..dengan adanya bebantenan ini membuat upacara ini menjadi lebih sakral dan amat suci. Kitapun akan terbawa larut didalamnya.
  2. Kemudian dilanjutkan dengan upacara Mesakapan atau disebut juga mekalan-kalan, upacara ini mempunyai makna yang amat dalam, sesuai dengan namanya "mekalan-kalan" yang memiliki kata dasar "kala" ini diartikan sebagai sebuah kekuatan buruk, yang penuh dengan energi negatif yang disimbulkan dalam ujud raksasa, diadakannya upacara ini tujuannya adalah menetralisir sifat-sifat kala yang ada dalam tubuh kedua mempelai, sehingga sedapat mungkin bisa berubah menjadi sifat dewa, yaitu bijak sana dan dipenuhi dengan kebajikan. Upacara ini dilaksanakan di tengah pekarangan rumah dalam istilah Balinya disebut dengan "natah". Kelengkapan upacara ini selain bebantenan seperti upacara diatas yang dijelaskan dalam buku yang saya maksud, ada juga lainnya yang membuat upacara ini semakin sarat dengan makna kehidupan, diantaranya adalah:
  • Tikar Tandakan, sebuah tikar berukuran kecil terbuat dari janur, disimbulkan sebagai kesucian seorang gadis yang akan menjalankan pesakapan (pernikahan).
  • Kala Sepetan, suwun-suwunan yang isinya antar alain, sebuah bakul berisi batu hitam seperti cobek, telur ayam, bebungkilan atau umbi-umbian seperti ubi, talas, bumbu dapur dan lain-lain, daun andong, kapas, uang 25, beras, yang kesemuannya ini dimaksudkan sebagai bekal untuk menghadapi hidup baru, disamping itu juga bakul tersebut di tutup dengan sabut kelapa yang dipecah menjadi tiga sebagai simbul "Tri Guna" (Satyam, Rajas, Tamas) yang merupakan sifat dasar dari manusia, kemudian sabut itu masing-masing di ikat dengan benang tiga warna (Tri Datu) merah, hitam, putih sebagai simbul Trimurti, Brahma, Wisnu, Siwa yang membatasi sifat triguna itu agar tercipta keseimbangan.
  • Tegen-tegenan, acara upacara ini penuh dengan makna filosofi Hindu, seperti misalnya tegen-tegenan dengan mengunakan batang tebu sebagai tongkat pemikul, diartikan sebagai tahapan dalam jenjang kehidupan ruas-ruas tebu menandakan tingkatan yang diharapkan terus semakin maju, dan rasa manis merupakan harapan agar hidup yang akan diarungi kedua mempelai ini semanis rasa tebu itu sendiri. Di tetegenan itu juga ada besek dan periuk, pacul, semuanya itu adalah perlambang peralatan yang nantinya digunakan oleh mempelai laki setelah bersetatus suami, untuk membangun rumah tangga sebagai modal dasar pencari nafkah.
  • Dagang-dagangan, upacara ini bermakna sebagai suatu tanda bahwa kedua mempelai harus saling bantu membantu, dalam membina rumah tangga kelak, sama-sama mengarungi bahtera hidup dalam susah maupun senang, sama-sama memiliki tanggung jawab dalam menjaga keutuhan rumah tangga, dengan berdagang untuk mempersiapkan diri menopang ekonomi dalam keluarga.
  • Penegtegan, yaitu upacara yang disimbulkan dengan berdirinya sebuah tiang, yang berisi sebilah keris, yang diartikan sebagai berikut, tiang merupakan pilar rumah tangga, yang menopang berdirinya sebuah rumah tangga, dengan sebilah keris yang melambangkan sebagai simbul purusha yaitu (garis utama asal usul keturunan dari pihak laki-laki).
  • Pemegat, terdiri dari dua batang cabang kayu dadap ditancapkan seperti pintu gerbang yang masing-masing dihubungkan dengan benang putih diletakan di natah (halaman) depan rumah, pintu gerbang dan benang putih perlambang kesiapan kedua mempelai keluar dari pintu gerbang menyongsong hidup baru dengan hati dan perasaan yang bersih dan suci seperti lambang dari benang putih tersebut di atas.
  • Tetimpugan, terdiri dara tiga ruas bambu yang pada pelaksanaanya nanti dibakar, agar menimbulkan bunyi letusan, maksud dari bunyi letusan itu sebagai tanda untuk mengusir pengaruh-pengaruh buruk yang diakibatkan dari energi-energi negatif, ketiga ruas bambu itu diartikan sebagai simbul Butha, Kala, Dengen yang merupakan unsur-unsur negatif tersebut.
Nah demikian susunan dari pelaksanaan upacara pernikahaan (mesakapan, pewiwahan, mekalan-kalan) dalam tatanan budaya adat istiadat di Bali, untuk lebih lengkapnya seandainya teman-teman ingin mengetahui lebih dalam mengenai bebantenan (sesaji) dan doa-doa yang digunakan dalam upacara ini sekaligus sebagai penambah pengetahuan, silahkan deh hubungi langsung penulisnya yaitu "Rsi Bintang Dhanu Manik Mas, I.N. Djoni Gingsir.